ItulahPenjelasan dari Berikut ini adalah macam-macam bunyi pantul, kecuali? Kemudian, kami sangat menyarankan anda untuk membaca juga soal Berikut ini yang merupakan prinsip penyusunan RPP, kecuali? lengkap dengan kunci jawaban dan penjelasannya. Apabila masih ada pertanyaan lain kalian juga bisa langsung ajukan lewat kotak komentar dibawah - Kunci Jawaban Post navigation Dalam artikel yang berjudul Sudahkah Anda Melakukan Tahadduts Bin Ni’mah? telah disebutkan bahwa menyebutkan nikmat Allah merupakan perintah Allah dan salah satu bentuk bersyukur kepada Allah Ta’ala. Dan sudah dijelaskan pula bahwa nikmat yang diperintahkan untuk disebutkan meliputi nikmat dunia maupun agama. Dengan demikian amal sholih termasuk salah satu kenikmatan yang diperintahkan untuk disebutkan juga, bahkan hakikatnya kenikmatan agama lebih besar daripada kenikmatan dunia. Berarti jika ada seorang muslim menyebutkan amal shalihnya kepada saudaranya, apakah ini dinilai sebagai perbuatan riya’ memamerkan amal shaleh atau ujub membanggakan amal shalih? Berikut keterangan para ulama rahimahumullah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Perbedaan antara menyebutkan nikmat Allah tahadduts bin ni’mah dengan ujub merasa bangga dengan nikmat adalah orang yang menyebutkan suatu nikmat, berarti telah mengabarkan tentang sifat Dzat yang menganugerahkan nikmat tersebut, kedermawanan, dan perbuatan baik-Nya. Maka ia hakikatnya memuji Allah dengan menampakkan dan menyebutkan nikmat tersebut, bersyukur kepada-Nya dan menyebarkan kabar tentang seluruh anugerah-Nya. Jadi, maksudnya adalah menampakkan sifat-sifat Allah, memuji, menyanjung-Nya atas limpahan nikmat tersebut, mendorong diri untuk mencari nikmat itu dari-Nya,bukan dari selain-Nya, mendorong diri untuk mencintai dan mengharap-Nya, sehingga dengan demikian ia menjadi sosok hamba yang mengharap lagi tunduk mendekatkan diri kepada Allah dengan menampakkan, menyebarkan kabar tentang nikmat-Nya itu dan membicarakannya. Adapun membanggakan nikmat adalah menyombongkan diri di hadapan manusia, menampakkan kepada mereka bahwa ia lebih mulia dan lebih besar keutamaannya dari mereka, ia hendak menunggangi tengkuk baca merendahkan dan memperbudak hati mereka, serta memaksa mereka untuk menghormati dan melayaninya” Kitab Ar-Ruh, Ibnul Qoyyim, hal. 312. Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata, “Orang yang menyebutkan keta’atan amal shaleh dirinya,tidak terlepas dari dua keadaan Pendorongnya adalah ingin menyatakan dirinya suci dan menghitung-hitung amalnya di hadapan Rabbnya. Hal ini adalah perkara yang berbahaya, terkadang bisa merusak amalnya dan menggugurkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang hamba-Nya dari menyatakan diri bersih suci, Dia berfirman فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ “Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” QS. An-Najm32. Kedua, pendorongnya adalah ingin menyebutkan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tahadduts bin ni’mah, dan ia maksudkan hal itu sebagai wasilah agar dicontoh oleh orang-orang yang semisalnya. Ini merupakan tujuan yang terpuji karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu sebutkan” QS. Adh-Dhuha 11.Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة “Barangsiapa di dalam agama Islam memberi contoh amal shalih maksudnya yang pertama dalam mengamalkan suatu amal shalih dan manusia mencontohnya, maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari Kiamat” Nur alad Darb 30/12. Kesimpulan Jika seorang hamba menyebutkan nikmat Allah termasuk di dalamnya nikmat amal sholeh sesuai dengan yang disyari’atkan,lalu manusia memujinya sehingga ia terkesan/senang dengan pujian tersebut,namun dalam hatinya tidak ada keinginan riya`memperlihatkan ibadah agar dipuji manusia dan sum’ah memperdengarkan suara dalam beribadah agar dipuji manusia,maka itu termasuk kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin. Dan yang dinamakan kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin bentuknya adalah seorang mukmin melakukan amal shalih dengan mengharap pahala Allah ikhlas lalu Allah jadikan manusia mengetahui, menyenangi dan memujinya, tanpa ada niat sengaja memamerkan amal shalihnya dan tanpa ada niat sengaja mencari pujian manusia, lalu ia senang dan terkesan dengan pujian itu. Dari Abi Dzar –radhiallahu anhu– berkata, ‏ ‏‏قيل‏‏ يا رسول الله، أرأيت الرجل يعمل العمل من الخير، ويحمَده – أو يحبه – الناس عليه‏؟‏ قال‏‏ تلك عاجل بشرى المؤمن‏‏ رواه مسلم‏.‏ “Ada yang berkata, Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan Anda seseorang yang beramal dengan suatu amal kebaikan, lalu manusia memujinya atau mencintainya? Beliau bersabda Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin” Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Catatan Perlu diketahui, bahwa orang yang menyebutkan nikmat Allah tahadduts bin ni’mah dengan tanpa ada niat riya` dan sum’ah, maka bukanlah termasuk kedalam kategori “sikap sengaja menampakkan jenis yang tercela”, bahkan hal itu termasuk “sikap menampakkan jenis yang terpuji”, asal sesuai dengan yang disyariatkan. Wallahu A’lam. — Penulis Sa’id Abu Ukkasyah Dipublikasi ulang dari

NikmatAlamah. Nikmat alam sekitar kita. Kita tidak bisa hidup jika Allah tidak memberikan nikmat alamiah ini. Misalnya: Air, Udara, Tanah dan lain-lain. Mari kita syukuri semua ini dengan menjaga alam ini dari kerusakan. Menjaga udara dari pencemaran, banyak-banyak menanam pohon dan lain-lain. Nikmat Diiniyah. Nikmat Diiniyah adalah nikmat Agama Islam.

Dalam artikel yang berjudul Sudahkah Anda Melakukan Tahadduts Bin Ni’mah? telah disebutkan bahwa menyebutkan nikmat Allah merupakan perintah Allah dan salah satu bentuk bersyukur kepada Allah Ta’ala. Dan sudah dijelaskan pula bahwa nikmat yang diperintahkan untuk disebutkan meliputi nikmat dunia maupun agama. Dengan demikian amal sholih termasuk salah satu kenikmatan yang diperintahkan untuk disebutkan juga, bahkan hakikatnya kenikmatan agama lebih besar daripada kenikmatan jika ada seorang muslim menyebutkan amal shalihnya kepada saudaranya, apakah ini dinilai sebagai perbuatan riya’ memamerkan amal shaleh atau ujub membanggakan amal shalih? Berikut keterangan para ulama rahimahumullahIbnul Qayyim rahimahullah berkata, “Perbedaan antara menyebutkan nikmat Allah tahadduts bin ni’mah dengan ujub merasa bangga dengan nikmat adalah orang yang menyebutkan suatu nikmat, berarti telah mengabarkan tentang sifat Dzat yang menganugerahkan nikmat tersebut, kedermawanan, dan perbuatan baik-Nya. Maka ia hakikatnya memuji Allah dengan menampakkan dan menyebutkan nikmat tersebut, bersyukur kepada-Nya dan menyebarkan kabar tentang seluruh anugerah-Nya. Jadi, maksudnya adalah menampakkan sifat-sifat Allah, memuji, menyanjung-Nya atas limpahan nikmat tersebut, mendorong diri untuk mencari nikmat itu dari-Nya,bukan dari selain-Nya, mendorong diri untuk mencintai dan mengharap-Nya, sehingga dengan demikian ia menjadi sosok hamba yang mengharap lagi tunduk mendekatkan diri kepada Allah dengan menampakkan, menyebarkan kabar tentang nikmat-Nya itu dan membicarakannya. Adapun membanggakan nikmat adalah menyombongkan diri di hadapan manusia, menampakkan kepada mereka bahwa ia lebih mulia dan lebih besar keutamaannya dari mereka, ia hendak menunggangi tengkuk baca merendahkan dan memperbudak hati mereka, serta memaksa mereka untuk menghormati dan melayaninya” Kitab Ar-Ruh, Ibnul Qoyyim, hal. 312.Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata, “Orang yang menyebutkan keta’atan amal shaleh dirinya,tidak terlepas dari dua keadaan Pendorongnya adalah ingin menyatakan dirinya suci dan menghitung-hitung amalnya di hadapan Rabbnya. Hal ini adalah perkara yang berbahaya, terkadang bisa merusak amalnya dan menggugurkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang hamba-Nya dari menyatakan diri bersih suci, Dia berfirmanفَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ“Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” QS. An-Najm32.Kedua, pendorongnya adalah ingin menyebutkan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tahadduts bin ni’mah, dan ia maksudkan hal itu sebagai wasilah agar dicontoh oleh orang-orang yang semisalnya. Ini merupakan tujuan yang terpuji karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu sebutkan” QS. Adh-Dhuha 11. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة“Barangsiapa di dalam agama Islam memberi contoh amal shalih maksudnya yang pertama dalam mengamalkan suatu amal shalih dan manusia mencontohnya, maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari Kiamat” Nur alad Darb 30/12. Kesimpulan Catatan Kesimpulan Jika seorang hamba menyebutkan nikmat Allah termasuk di dalamnya nikmat amal sholeh sesuai dengan yang disyari’atkan,lalu manusia memujinya sehingga ia terkesan/senang dengan pujian tersebut,namun dalam hatinya tidak ada keinginan riya`memperlihatkan ibadah agar dipuji manusia dan sum’ah memperdengarkan suara dalam beribadah agar dipuji manusia,maka itu termasuk kabar gembira yang disegerakan bagi seorang yang dinamakan kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin bentuknya adalah seorang mukmin melakukan amal shalih dengan mengharap pahala Allah ikhlas lalu Allah jadikan manusia mengetahui, menyenangi dan memujinya, tanpa ada niat sengaja memamerkan amal shalihnya dan tanpa ada niat sengaja mencari pujian manusia, lalu ia senang dan terkesan dengan pujian Abi Dzar –radhiallahu anhu– berkata,‏ ‏‏قيل‏‏ يا رسول الله، أرأيت الرجل يعمل العمل من الخير، ويحمَده – أو يحبه – الناس عليه‏؟‏ قال‏‏ تلك عاجل بشرى المؤمن‏‏ رواه مسلم‏.‏“Ada yang berkata, Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan Anda seseorang yang beramal dengan suatu amal kebaikan, lalu manusia memujinya atau mencintainya? Beliau bersabda Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin” Diriwayatkan oleh Imam Perlu diketahui, bahwa orang yang menyebutkan nikmat Allah tahadduts bin ni’mah dengan tanpa ada niat riya` dan sum’ah, maka bukanlah termasuk kedalam kategori “sikap sengaja menampakkan jenis yang tercela”, bahkan hal itu termasuk “sikap menampakkan jenis yang terpuji”, asal sesuai dengan yang A’lam.Diolah dari dan —Penulis Ust. Sa’id Abu UkkasyahArtikel
1 Nikmat yang terletak pada diri kita pribadi. Sang Pencipta memberikan kita mata dan telinga, tangan, dan kaki serta anggota tubuh lainnya. Kita mensyukurinya dengan menggunakan semuanya untuk kebaikan. Tidak boleh bagi kita untuk sombong seandainya diberikan wajah yang rupawan maupun cantik.
Masalah akhlak adalah perkara yang agung dan kedudukanya sangat tinggi dalam agama islam, karena agama ini adalah agama yang menuntun manusia pada akhlak yang mulia. Para ulama membagi akhlak menjadi dua bagian , yaitu Al-Akhlak Al-Mahmudah akhlak yang terpuji Al-Akhlak Al-Mazmumah akhlak yang tercela . Imam An-nawawi rohimallah menyebutkan dalam kitab RIYADHUS SHOLIHIIN. Membuat Sebuah bab berjudul BAB husnil khuluq bab akhlak yang baik. Syeikh Salim Al-Hilali menjelaskan,” yang dimaksud dengan khusnul khuluq akhlak yang baik adalah kumpulan perkara-perkara dan amalan-amalan yang baik menurut syariat. Jika sifat-sifat yang baik itu sudah melekat pada diri seseorang, maka tidak keluar darinya kecuali perkataan-perkataan yang bagus dan perbuatan-perbuatan yang baik. Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa husnul khuluq ahklak yang baik itu adalah memilih perkara yang baik-baik dan meninggalkan yang hina.” Akhak yang mulia adalah sifat para Nabi dan Rasul. Allah memuji akhlak Nabi Muhammad shallallahu’ alaihi wasallam di dalam Al-Qur’an وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ Artinya , “ Dan sesungguhnya engkau benar-benar memiliki budi pekerti yang agung” QS AL-Qolam 4 Diantara akhlak mulia yang disebutkan oleh para ulama adalah jujur, sabar ketika menghadapi cobaan, berlaku dermawan, berkata baik dan berwajah ceriah saat berjumpa, memuliakan tamu, bertaubat ketika melakukan kesalahan, mema’afkan ketika ada orang yang berbuat salah, menyambung silaturahim yang terputus, kros cek terhadap setiap berita yang sampai padanya, kasih sayang, lemah lembut terhadap sesama muslim, dan lain sebagainya. Adapun di antara ahklak yang buruk adalah kebalikan dari akhlak-akhlak yang mulia di atas, yaitu dusta, berbohong, tidak sabar di dalam menghadapi musibah, bakhil pelit, mengingkari janji, dengki, iri, suka mengadu domba, memfitnah sesama muslim, suka meminta-minta untuk pribadinya, memutuskan tali silahturahim, dan sebagianya. AKHLAK BURUK Defenisi ahklak yang buruk yaitu. Menuruti keburukan dan mencegah kebaikan. Menghiasi diri dengan hal-hal yang hina dan menjauhkan dari segala hal yang utama. Akhlak yang buruk adalah perbuatan yang rendah serta jalan yang hina. Allah dan Rasul-Nya membenci hal tersebut. Bahkan pada hakikatnya, manusia membenci akhlak yang buruk dan menjauhi pelakunya. Akhlak yang buruk menjadi sebab dijauhi oleh orang banyak, memecah belah persatuan, mencegah kebaikan, dan menghalangi pelakunya dari hidayah. Dia juga sebagai penyebab kesedihan dan kegundahan, mendatangkan kesusahan dan hati sesak, bagi pelakunya juga orang-orang yang bergaul dengan mereka. Nabi shallallahu’alaihiwasallam bersabda إِنَّ اللهَ كَرِيمٌ يُحِبُّ الكَرَمَ وَ مَعَالِيَ اْلأَخْلاَق وَ يُبْغِضُ سَفْسَافَهَا Artinya “ Sesungguhnya Allah itu Karim Maha Dermawan,lagi mencintai sifat dermawan dan mencintai akhlak-akhlak yang mulia, dan Allah membenci perkara-perkara yang hina. Hasan, HR Hakim dalam Mustadrok152 DI ANTARA BENTUK AKHLAK BURUK YAITU 1. SOMBONG Sombong merupakan sifat yang di benci oleh syariat, fitrah dan akal. Orang yang sombong dibenci oleh Allah dan dibenci pula oleh mahkluk yang lain. Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ رَجُلٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ Artinya Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kibr sombong walaupun hanya seberat dzarrah. HR. Muslim Nabi telah menafsirkan makna kibr sombong dengan penafsiran yang amat jelas dan luas. Beliau bersabda الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْصُ النَّاسِ Artinya “ Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan meremehkan manusia”. HR. Muslim Termasuk sikap sombong yaitu membantah orang yang mengajarimu, merasa lebih tinggi, dan beradab yang jelek terhadapnya. Juga termasuk sombong yaitu menganggap rendah orang rendahan yang memberikan faidah kepadamu. Hal ini banyak menimpa para penutut ilmu. 2. BERDUSTA Nabi melarang dari perbuatan dusta. Ini mencakup dusta dalam segala sesuatu. Jadi tidak benar, orang yang mengatakan, “Berdusta itu jika tidak menimbulkan bahaya untuk orang lain maka tidak mengapa.” ini adalah perkataan yang batil, karena tidak ada nash yang menunjukan perkataan tersebut. Tetapi yang ada adalah nash yang mengharamkan perbuatan dusta secara mutlak. Oleh karena itu, berdusta adalah pangkal kejahatan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam وإنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ، وإنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّار وإنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا Artinya “Dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan di catat di sisi Allah sebagai pendusta pembohong” Muttafaqun’alaihi 3. RASA MALU YANG TIPIS BAHKAN TIDAK ADA RASA MALU. Malu adalah akhlak perangai yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela. Ahklak ini menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat dan mencegah dari sikap melalaikan hak orang lain. Buah dari rasa malu adalah iffah menjaga kehormatan. Siapa saja yang memiliki rasa malu hingga mewarnai seluruh amalnya, niscaya ia akan berlaku iffah. Dan dari buahnya pula adalah bersifat wafa setia atau menepati janji. 4. HASAD DENGKI Artinya membenci datangnya nikmat Allah kepada orang lain. Jadi, hasad bukan mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, namun hasad adalah semata-mata ketidak senangan seseorang terhadap nikmat yang yang Allah berikan kepada orang lain. Ini adalah hasad, baik ia mengharapkan hilangnya nikmat itu dari orang lain ataupun tidak. Pengertian ini sebagaimana yang di tetapkan oleh Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah, beliau mengatakan Hasad adalah kebencian seseorang terhadap nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Allah berfirman, وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا Artinya ” Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniahnya. Sungguh Allah maha mengetauhi segala sesuaatu”. QS An-Nisa’ 32 . Sifat hasad ini menjangkiti banyak orang, jarang yang selamat darinya. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan Karenanya dikatakan tidak ada jiwa yang terbebas dari hasad. Namun orang yang tercela menampakanya, sedangkan orang yang mulia menyembunyikanya. 5. BAKHIL PELIT Allah dan Rasul-Nya mencela dan mengencam sifat bakhil, kikir, pelit. Bakhil, kikir, pelit, adalah sifat yang tercela, tabiat yang hina dan perangai yang jelek serta termasuk salah satu penyakit di tengah-tengah umat Islam. Rasulullah selalu berlindung kepada Allah dari sifat ini. Bagaiman tidak, karena penyakit ini telah membinasakan banyak ummat, selain itu sifat ini juga menyebabkan pelakunya diseret ke dalam nereka jahannam. Karena itulah terdapat ancaman yang keras dalan Al-Qur’an dan sunnah yang shahih bagi orang yang mempunyai sifat dan pengidap penyakit bakhil, kikir, dan pelit ini. Allah berfirman وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى Artinya “ Dan adapun orang-orang yang kikir dan merasa dirinya cukup tidak perlu pertolongan Allah, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka akan kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran kesengsaraan. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. 8-11. 6. PENAKUT Sifat penakut merupakan lawan dari berani. Sifat penakut pada diri seseorang yaitu lemah hatinya, takut kepada segala sesuatu yang tidak berani. Ibnu Maskawaih berkata Pengertian Al-jubn yaitu rasa takut pada sesuatu yang seharusnya tidak perlu ditakuti. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda. “ sejelek-jelek sifat yang ada pada diri seseorang yaitu sifat pelit yang membawa kepada ketamakan dan sifat penakut pengecut. Shahih, HR Abu Dawud dalam Sunannya 2511 Pengaruh buruk dari sifat penakut. Menghinakan diri. Tidak memiliki ketetapan hati dan tidak sabar. Masuknya segala keburukan dalam jiwa, keluarga dan harta. Orang yang penakut berarti telah berburuk sangka kepada Allah. Sifat penakut dapat membuat seseorang lari dari medan perang, dan ini merupakan dosa besar yang menyebabkan pelakunya terseret kedalam nereka. 7. MUDAH MARAH. Orang yang mudah marah, bahkan setiap hari, istri, anak-anak, pembantu tidak luput dari amarahnya. Terkadang masalah sepele, yang bukan prinsip menjadi pemicunya. Padahal menurut syariat Islam bahwa orang yang kuat adalah yang dapat menahan amarahnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda لَيْسَ الشَّدِيدُ بالصُّرَعَةِ، إنَّمَا الشَدِيدُ الَّذِي يَملكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ Artinya “ Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat itu adalah yang mampu menahan amarahnya ketika marah.” Muttafaqun ’alaihi 8. KASAR DALAM BERTUTUR KATA, SUKA BERKATA KEJI DAN KOTOR. Sifat ini dapat menyebabkan perpecahan dan permusuhan. Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda. مَا مِنْ شَيْءٍ أثْقَلُ في مِيزَانِ العبدِ المُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الخُلُقِ، وَإنَّ الله يُبْغِضُ الفَاحِشَ البَذِيَّ Artinya “pada hari kiamat, tidak ada sesuatu pun yang yang lebih berat dalam timbangan seseorang mukmin melebihi ahklak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang suka berbicara kotor. Shahih, dalam Musnadnya. 9. BERMUKA MASAM. Orang yang suka bermuka masam, tidak senyum kepada sesama muslim adalah orang buruk ahklaknya,. Perangai ini timbul dari kesombongan dan tabiat yang keras. Karena jarang senyum merupakan penghinaan terhadap manusia, sementarapenghinaan kepada manusia itu timbul dari sikap ujub bangga diri dan sombong. 10. NAMIMAH MENGADU DOMBA. NAMIMAH yaitu menyebarkan suatu pembicaraan di antara manusia dengan tujuan merusak hubungan mereka. Namimah ini seperti ghibah, bukan bersumber dari orang yang mulia, melainka dari orang yang hina dan rendah. Rasullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda. لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ Artinya “ Tidak masuk surga orang yang suka mengadu domba. Shahih, HR Ahmad dalam Musnadnya. 11. BERMUKA DUA. Terkadang, anda dapati ada orang yang menampakkan rasa cinta dan cocok kepada temannya, dia menemuinya dengan wajah berseri-seri dan sambutan hangat, tetapi ketika berbalik dari temannya, saat tidak lagi berhadapan, ia menusuknya dengan lisannya yang tajam dan mencelanya. Sifat ini merupakan sifat yang paling rendah dan hina, Pelakunya adalah orang yang paling buruk dan hina. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda وتَجِدُونَ خِيَارَ النَّاسِ في هَذَا الشَّأنِ أَشَدَّهُمْ كَرَاهِيَةً لَهُ، وَتَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الوَجْهَينِ، الَّذِي يَأتِي هؤُلاءِ بِوَجْهٍ، وَهَؤُلاءِ بِوَجْهٍ Artinya “Engkau mendapati orang yang paling jelek ialah orang yang bermuka dua, yaitu orang yang menemui sekelompok orang dengan satu wajah, dan kepada kelompok lain dengan wajah berbeda. Muttafaqun’alaihi 12. BERBURUK SANGKA. Allah telah melarang kita dari berburuk sangka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ Artinya “Wahai orang-orang yang beriman jauhilah dari banyak berperasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu termasuk dosa. QS. AL-Hujurat.12. Contoh perbuatan buruk sangka adalah Jika melihat dua orang saling berbisik, maka ia berprasangka buruk bahwa ialah yang di bicarakan. Jika mendengar celaan yang bersifat umum dalam suatu ceramah atau kajian celaan, maka ia menyangka bahwa maksud celaan itu adalah untuk dirinya. 13. MENYEBARKAN RAHASIA YANG SEHARUSNYA DITUTUPI. Sebagian orang, jika mendengar sebuah rahasia, ia merasa kesusahan dan berat karenanya, akhirnya ia mencari orang tempat menceritakan rahasia itu, padahal bisa jadi, akibat tersebarnya rahaisa itu adalah timbul permusuhan, kerusuhan dan tuduhan. Amr bin Al ash berkata Aku tidak meletakan rahasiaku kepada seorang pun, lalu aku mencela orang tersebut karena telah menyebarkanya. Bagaimana aku mencela nya sedangkan aku sendiri merasa sumpek denganya. Inilah sebagian dari ahklak yang buruk, atau perilaku dan perangai yang jelek yang wajib dijauhkan oleh kaum muslimin dan muslimah, terutama oleh penuntut ilmu,para da’I, para ustad, dan lainy. Kita wajib berusaha dan berdoa kepada Allah agar ahklak dan perangai kita yang jelek berubah menjadi baik. Semoga Allah menunjuki kita kepada ahklak yang mulia dan menjauhkan dari ahklak dan perangai yang jelek. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah berdoa اللَّهُمَّ اهْدِنِي لأَحْسَنِ الأَخْلاقِ لاَ يَهْدِي لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ ، اصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ Artinya “ Tunjukkan aku kepada ahklak yang terbaik, tida ada yang bisa menunjukan padanya kecuali engkau. Hindarkanlah aku dari ahklak yang buruk, dan tiada yang bisa menjauhkanku darinya kecuali engkau…Shahih, HR. Ahmad dalam Musnadnya. WABILLAHITTAUFIQ. Diringkas dari majalah AS-SUNNAH Cetakan Sya’ban -Ramadhan 1436/Juni-Juli 2015. Karangan Ustad Yazid Bin Abdul Qadir Jawas. Diringkas Oleh ABDUL HADI ABU HIZAM Berikutpenjelasannya lebih rinci. 1. Nikmat Kecil (Foto: harianmomentum.com) Satu hal yang paling kita inginkan dan paling dicintai di dunia ini, yaitu uang, termasuk dalam nikmat kecil. Aneh rasanya bila umat Muslim banyak yang menggadaikan akidahnya dan meninggalkan kewajiban beribadah hanya demi uang, hanya demi mendapatkan nikmat kecil, dan rela menukarnya dengan kenikmatan di Surga kelak. 2. Nikat Besar (Foto: healthstatus.com) Apakah angin, air, dan panas bukan nikmat besar dari Allah? Mungkin ada sebagian di antara kita yang berangan-angan agar besok dapat hidup mewah dan berkecukupan. Memiliki mobil dan rumah mewah serta uang yang banyak sehingga dapat membeli apa saja yang kita inginkan. Kita pun menyangka bahwa kenikmatan itulah yang akan membuat hidup kita senang dan bahagia. Akan tetapi, benarkah demikian? Sama sekali tidak. Bahkan banyak di antara orang-orang kaya yang merasa hidupnya tidak bahagia. Hatinya merasa sempit, tidak tenang, tenteram, dan damai. Lalu apakah nikmat Allah yang hakiki itu, yang akan membuat hidup kita ini bahagia? Nikmat Allah yang HakikiIbnul Qayyim rahimahullah berkata,”Nikmat itu ada dua, nikmat muthlaqoh mutlak dan nikmat muqoyyadah nisbi. Nikmat muthlaqoh adalah nikmat yang mengantarkan kepada kebahagiaan yang abadi, yaitu nikmat Islam dan Sunnah. Nikmat inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada kita untuk memintanya dalam doa kita, agar Allah menunjukkan kepada kita jalan orang-orang yang Allah karuniakan nikmat itu padanya.” [1] Dari keterangan singkat Ibnul Qayyim rahimahullah di atas, maka jelaslah bagi kita tentang, ”Apakah nikmat Allah yang hakiki itu?”. Nikmat Allah yang hakiki itu tidak lain dan tidak bukan adalah ketika Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita sehingga kita dapat mengenal Islam dan Sunnah serta mengamalkannya. Kita dapat mengenal tauhid, kemudian mengamalkannya dan dapat membedakan dari lawannya, yaitu syirik, untuk menjauhinya. Kita dapat mengenal dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alahi wa sallam, dan dapat membedakan dan menjauhi lawannya, yaitu bid’ah. Kita pun dapat mengenal dan membedakan, mana yang termasuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan manakah yang maksiat? Nikmat ini hanya Allah Ta’ala berikan khusus kepada hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya. Dengan nikmat inilah kita dapat meraih surga beserta segala kemewahan di dalamnya. Oleh karena itu, ketika shalat kita selalu berdoa, اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ”Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” QS. Al Fatihah [1] 6-7. Bersyukur atas Nikmat Ilmu dan Amal ShalihAllah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk bergembira dan berbahagia dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah Dia berikan kepada manusia, berupa ilmu dan amal shalih. Allah juga mengabarkan bahwa keduanya itu lebih baik dari apa yang telah kita kumpulkan di dunia ini. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ ”Katakanlah,’Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’”. QS. Yunus [10] 58 Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” dalam ayat di atas adalah Al Qur’an, yang merupakan nikmat dan karunia Allah yang paling besar serta keutamaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah agama dan keimanan. Dan keduanya itu lebih baik dari apa yang kita kumpulkan berupa perhiasan dunia dan kenikmatannya. [2] Di dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” adalah Islam, sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah Al-Qur’an. [3] Al-Qur’an dan iman Islam ini tidak lain dan tidak bukan adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Iman dan Al Qur’an, keduanya adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Keduanya adalah petunjuk dan agama yang benar serta ilmu dan amal yang paling utama.” [4] Ilmu dan amal shalih inilah yang merupakan sumber kebahagiaan hidup kita. Karena kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan jiwa, kebahagiaan ruh dan hati. Kebahagiaan itu tidak lain adalah kebahagiaan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Itulah kebahagiaan abadi dalam seluruh keadaan kita. Kebahagiaan ilmu-lah yang akan menemani seorang hamba dalam seluruh perjalanan hidupnya di tiga negeri, yaitu negeri dunia, negeri barzakh alam kubur, dan negeri akhirat. Jalan Menuju KenikmatanKenikmatan yang hakiki sebagaimana penjelasan di atas tidaklah mungkin kita raih kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i ilmu agama. Hanya dengan menuntut ilmu syar’i kita dapat mengenal Islam ini dengan benar kemudian dapat mengamalkannya. Tidak mungkin kita dapat mengenal mana yang tauhid dan mana yang syirik, mana yang sunnah dan mana yang bid’ah atau mana yang taat dan mana yang maksiat kecuali dengan menuntut ilmu syar’i. Karena pada asalnya, manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh dan tidak mengerti apa-apa. Allah Ta’ala berfirman, وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. QS. An-Nahl [16] 78 Tidak ada cara lain untuk mengangkat kebodohan ini dari dalam diri kita kecuali dengan bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Karena ilmu tidak akan pernah mendatangi kita, namun kita-lah yang harus mencari dan mendatanginya. Oleh karena itu, Imam Ahmad rahimahullah berkata, ”Tidak ada suatu amal pun yang sebanding dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya”. Orang-orang pun bertanya,”Bagaimana niat yang benar itu?”. Imam Ahmad rahimahullah menjawab,”Seseorang berniat untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari selainnya.” [5] Ketika Allah memberikan hidayah kepada kita untuk bersemangat dan konsisten dalam menuntut ilmu syar’i dengan rajin membaca buku agama atau kitab-kitab para ulama atau rajin menghadiri majelis-majelis ilmu pengajian di masjid-masjid atau pun di tempat lainnya, maka ini adalah tanda bahwa Allah benar-benar menghendaki kebaikan untuk kita. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.” [6] Nikmat Harta = Nikmat yang NisbiDan sebaliknya, perlu kita ketahui bersama bahwa nikmat harta yang Allah Ta’ala berikan kepada kita bukanlah tanda bahwa Allah Ta’ala mencintai kita. Karena nikmat berupa harta tersebut juga Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hambaNya yang musyrik dan kafir. Bahkan bisa jadi orang-orang kafir itu lebih banyak hartanya daripada kita. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim rahimahullah menyebut nikmat harta ini sebagai suatu kenikmatan yang sifatnya nisbi semata, tidak mutlak. Demikian pula nikmat-nikmat lain seperti badan yang sehat, kedudukan yang tinggi di dunia, banyaknya anak dan istri yang cantik. [7] Bahkan bisa jadi kenikmatan berupa harta ini adalah bentuk istidroj tipuan atau hukuman dari Allah sehingga manusia semakin tersesat dan semakin menjauh dari jalan-Nya yang lurus. Atau bisa jadi merupakan bentuk ujian dari Allah kepada manusia. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Ketika nikmat yang sifatnya nisbi merupakan suatu bentuk istidroj bagi orang kafir yang dapat menjerumuskannya ke dalam hukuman dan adzab, maka nikmat itu seolah-olah bukanlah suatu kenikmatan. Nikmat itu justru merupakan ujian sebagaimana istilah yang Allah berikan di dalam kitab-Nya. Allah Ta’ala berfirman, فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ 15 وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ 16 كَلَّا ’Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata,’Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata,’Tuhanku menghinakanku’. Sekali-kali tidak!’ QS. Al Fajr [89] 15-17 Maksudnya, tidaklah setiap yang dimuliakan dan diberi nikmat oleh Allah di dunia berarti Allah benar-benar memberikan nikmat kepadanya. Bisa jadi hal itu merupakan ujian dan cobaan dari Allah bagi manusia. Dan tidaklah setiap yang Allah sempitkan rizkinya, dengan memberinya rizki sekadar kebutuhannya dan tidak dilebihkan, berarti Allah menghinakannya. Tetapi Allah menguji hambaNya dengan kenikmatan sebagaimana Allah juga menguji hambaNya dengan kesulitan.” [8] Oleh karena itu, marilah kita meng-introspeksi diri kita masing-masing. Setiap hari kita banyak berbuat maksiat dan kedurhakaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, namun sedikit sekali kita melakukan amal shalih. Akan tetapi, Allah Ta’ala justru membuka lebar-lebar pintu rizki kita sehingga kita dapat hidup berkecukupan. Saudaraku, tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah bentuk istidroj tipuan dari Allah Ta’ala sehingga kita semakin durhaka kepada-Nya dengan harta yang kita miliki? Atau tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah ujian dari Allah kepada kita, sehingga Allah mengetahui mana di antara hamba-Nya yang bersyukur dan mana yang kufur? Atau apakah kita justru akan tertipu sehingga kita merasa aman dari adzab Allah dan terus-menerus berbuat maksiat karena menyangka bahwa Allah mencintai kita dengan dilancarkan rizkinya? Wallahul musta’an. *** Selesai disempurnakan di pagi hari, Masjid Nasuha Rotterdam NL, 14 Jumadil Akhir 1436 Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

KunciJawabannya adalah: D. Gendang. Dilansir dari Ensiklopedia, Berikut ini adalah macam-macam bunyi pantul, kecualiberikut ini adalah macam-macam bunyi pantul, kecuali Gendang.

Nikmat Fitriyah. Nikmat Fitriyah adalah nikmat yang ada pada diri kita atau personal kita. Misal Allah memberikan kita hidup ini, tangan, kaki, wajah yang menawan, mata, telinga dan anggota tubuh yang lain. Ini wajib kita syukuri. Dan janganlah angkuh seandainya kita diberikan rupa yang menarik. Syukurilah bahwa itu nikat yang diberikan oleh Allah semata-mata untuk hak-hal kebaikan. Nikmat Ikhtiyariyah. Nikmat ini berupa nikmat yang kita peroleh atas usaha kita. Misalnya Harta yang banyak, Kedudukan yang tinggi, Ilmu yang banyak, Pengaruh yang besar, Posisi, Jabatan, Tanah, Mobil dan lain-lain yang kita peroleh atas usaha kita. Nikmat ini harus kita syukuri. Sedekahkan harta yang kita miliki dan pergunakan ke jalan yang diridhoi Allah. Jika menjadi pemimpin dengan jabatan yang tinggi, jangan kita salah gunakan jabatan tersebut, karena itu semua akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. 3. Nikmat Alamah. Nikmat alam sekitar kita. Kita tidak bisa hidup jika Allah tidak memberikan nikmat alamiah ini. Misalnya Air, Udara, Tanah dan lain-lain. Mari kita syukuri semua ini dengan menjaga alam ini dari kerusakan. Menjaga udara dari pencemaran, banyak-banyak menanam pohon dan lain-lain. 4. Nikmat Diiniyah. Nikmat Diiniyah adalah nikmat Agama Islam. Nikmat Iman. Bayangkan jika kita terlahir bukan dari rahim seorang muslimah? Mungkin saat ini kita menjadi kafir. Maka syukurilah nikmat-nikmat diin yang diberikan Allah kepada kita dengan menjalankan perintah-perintah agama serta menjauhi larangan Allah SWT. 5. Nikmat Ukhrowiyah. Nikmat Ukhrowi adalah nikmat akhirat. Nikamt inilah yang akan kita petik nanti jika telah dihisab di yaumil mahsyar. Nikmat ini tergantung dari apa yang kita perbuat didunia ini. Jika semua nikmat diatas telah kita terima dan kita syukuri dengan baik, maka nikmat ukhrowi ini yang akan kita dapatkan dan rasakan jika nanti sudah di alam akhirat. Harus kita sadari bahwa hidup didunia ini hanyalah sementara. Ada batas waktu yang telah ditentukan Allah dan jika telah tiba waktunya kita semua akan mati. Begitu juga nikmat yang diberikan Allah adalah bukan milik kita melainkan titpan semata. Maka sudah sepantasnyalah kita menjaga dan bersyukur atas “titipan” itu karena suatu saat itu semua akan dikembalikan kepada Allah SWT. BEBERAPA NIKMAT ALLAH LAINNYA anggota tubuh yang lengkap. Sebagian besar orang baru menyadari kenikmatan ini setelah dikurangi oleh Allah. Nikmat anggota badan ini, akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Diberikan kesehatan. Nikmat ini tidak bisa dinilai dengan uang. Jika kita sakit, berlembar-lembar uang kita keluarkan. Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia lupa sehat dan waktu luang. Nikmat harta. Orang yang bersyukur kepada Allah akan menggunakan harta sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. 4. Nikmat Keamanan. Orang yang tidak mencampurkan keimanan dan kedholiman maka baginya keamanan’. Dengan nikmat keamanan ini, kita bisa beribadah ataupun menuntut ilmu dengan perasaan tenang. Hidayah beragama Islam dan nikmat iman. SUBHAANALLAH !!, ini adalah nikmat yang paling besar. Mengapa demikian? Karena dengan nikmat ini kita bisa membedakan kejahatan dan kebaikan, mana yang diperbolehkan oleh agama atau manakahyang tidak diperbolehkkan. CARA MENSYUKURI NIKMAT ALLAH Mensyukuri nikmat Allah dengan melalui hati. Cara bersyukur kepada Allah dengan hati ini maksudnya adalah dengan mengakui, mengimani dan meyakini bahwa segala bentuk kenikmatan ini datangnya hanya dari Allah SWT semata. Mensyukuri nikmat Allah dengan melalui lisan kita. Caranya adalah dengan kita memperbanyak ucapan alhamdulillah segala puji milik Allah wasysyukru lillah dan segala bentuk syukur juga milik Allah. Mensyukuri nikmat Allah dengan perbuatan kita. Yaitu perbuatan dalam bentuk ketaatan kita menjalankan segala apa yang diperintah dan menjauhi segala apa yang dilarangNya. PerintahNya termasuk segala hal yang yang berhubungan dalam rangka menunaikan perintah-perintah Allah, baik perintah itu yang bersifat wajib, sunnah maupun mubah. Anggapan kebanyakan orang, bersyukur kepada Allah hanya perlu dilakukan pada saat mendapatkan anugrah besar atau terbebas dari masalah besar adalah hal yang merupakan suatu kekeliruan yang besar. Padahal jika kita merenung sejenak, maka kita akan bisa menyadari bahwa kita semua ini dikelilingi oleh nikmat yang tidak terbatas banyaknya. Dalam hitungan. CARA MENUMBUHKAN PERASAAN SYUKUR 1. Merenung bukan membayangkan 2 Lihatlah yang memberi nikmat, bukan besar kecilnya nikmat. Jika engkau mendapatkan nikmat dari Allah, jangan lihat besar kecilnya nikmat, tapi lihatlah yang memberi nikmat Rabbul ’alamin. 3. Lihatlah yang berada di bawah kita kaitannya dengan nikmat 4. Ingatlah keutamaan syukur. Orang beriman yakin, jikalau bersyukur kepada Allah, maka akan mendapatkan keutamaan. 5. Sadarilah bahwa yang mampu memberikan hidayah untuk bersyukur hanyalah Allah semata. 6.Mensyukuri nikmat Allah dengan melalui hati. Cara bersyukur kepada Allah dengan hati ini maksudnya adalah dengan mengakui, mengimani dan meyakini bahwa segala bentuk kenikmatan ini datangnya hanya dari Allah SWT semata. 7.Mensyukuri nikmat Allah dengan melalui lisan kita. Caranya adalah dengan kita memperbanyak ucapan alhamdulillah segala puji milik Allah wasysyukru lillah dan segala bentuk syukur juga milik Allah. 8.Mensyukuri nikmat Allah dengan perbuatan kita. Yaitu perbuatan dalam bentuk ketaatan kita menjalankan segala apa yang diperintah dan menjauhi segala apa yang dilarangNya. PerintahNya termasuk segala hal yang yang berhubungan dalam rangka menunaikan perintah-perintah Allah, baik perintah itu yang bersifat wajib, sunnah maupun mubah. CARA MENSYUKURI NIKMAT ALLAH Hatinya tunduk, dan meyakini bahwa kenikmatan itu pemberian Allah. Hati itu untuk ma’rifah mengenal Allah dan mahabbah mencintai Allah. Tanamkan dalam hati bahwa nikmat itu dari Allah semata. Lisannya memuji Allah. Jika diberi nikmat, maka hakikatnya itu adalah nikmat dari Allah, maka pujilah Allah. Ucapkan pula, jazakumulloh khoiron kepada orang yang telah memberikan bantuan dan perbanyaklah menyebut nikmat-nikmat Allah. Hasan al-Bashriy berujar, ”Perbanyaklah menyebut nikmat-nikmat Allah. Sesungguhnya itu adalah kesyukuran.” Anggota tubuhnya melaksanakan ketaatan kepada Allah. Dalam hal ini anggota badan dijadikan sebagai sarana untuk taat kepada Allah dan mencegah dari maksiat kepada-Nya. Meyakini dalam hati bahwa nikmat yang diterima semata-mata pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang yang beriman seharusnya tidak menisbatkan mengarahkan sebab timbulnya nikmat kepada kekuatan, kepintaran, keberaniannya, dan semisalnya. Sebagai contoh Nabi Sulaiman alahi salam tatkala singgasana Ratu Saba’ bisa didatangkan di hadapannya dalam tempo sekejap, maka beliau berkata “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari akan nikmat-Nya.” QS. An-Naml 40. Memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya. Ini dilakukan dengan cara mengucapkan puji syukur dan menceritakannya secara lahir. Karena, dengan selalu mengingat dan menceritakan bukan untuk kesombongan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mendorong untuk bersyukur. Hal itu karena manusia mempunyai tabiat menyukai orang yang berbuat baik kepadanya. Menggunakan nikmat untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Salah satu bentuk realisasi kita terhadap mensyukuri nikmat Allah dan sehat ini adalah dengan berbuat taat dalam beribadah bukan malah sebaliknya yaitu untuk berbuat maksiat. Karena pada dasarnya hal ini adalah merealisasikan beragam amal shalih sebagai bentuk mensyukuri nikmat. Memelihara Kesehatan Badan. Cara menjaga kesehatan badan yaitu yaitu bisa dengan jalan antara lain tidak merokok dan tidak meminum – minuman keras beralkohol karena dalam hal kedua tersebut banyak mudharat dan akan menyebabkan gangguan kesehatan pada diri kita juga. Tidak berjudi yang ini adalah haram hukumnya yang dapat membuat seseorang menjadi salah satu dari penyebab stress dan juga pada akhirnya bisa menyebabkan penyakit stroke. 8. Mengatur Pola Makan, Istirahat dan Olahraga. Cara kedua ini lebih mudah kita sebut dengan menjalankan pola hidup yang sehat. Karena dengan menjalankan pola hidup sehat akan bagian dari cara dan tips mensyukuri nikmat sehat dalam Islam yang bisa kita coba terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Menjaga Kebersihan. Islam juga memberikan perhatian dalam rangka menjaga kesehatan dan mensyukuri nikmat sehat dengan adanya anjuran dan perintah menjaga kebersihan. “Annadha fatu minal iiman” kebersihan itu adalah sebagian dari pada iman. Menjaga kebersihan adalah salah satu upaya untuk mencapai kesehatan dan bagian dari sekian banyak tips kesehatan. Dengan fisik yang sehat kita akan lebih khusyuk dalam ibadah, lebih fokus dalam bekerja-belajar, lebih siap mengemban amanah, lebih totalitas dalam mengerjakan segala sesuatunya. Post navigation Secaragaris besar nikmat Allah SWT dapat dikelompokkan menjadi tujuh macam diantaranya sebagai berikut ; 1. Nikmat fitrah, karena kita diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang paling indah dan mulia dibanding dengan makhluk lainya. 2. Nikmat rohaniah, kita diberi akal untuk berfikir 3.

Mungkin ada sebagian di antara kita yang berangan-angan agar besok dapat hidup mewah dan berkecukupan. Memiliki mobil dan rumah mewah serta uang yang banyak sehingga dapat membeli apa saja yang kita inginkan. Kita pun menyangka bahwa kenikmatan itulah yang akan membuat hidup kita senang dan bahagia. Akan tetapi, benarkah demikian? Sama sekali tidak. Bahkan banyak di antara orang-orang kaya yang merasa hidupnya tidak bahagia. Hatinya merasa sempit, tidak tenang, tenteram, dan damai. Lalu apakah nikmat Allah yang hakiki itu, yang akan membuat hidup kita ini bahagia?Nikmat Allah yang HakikiBersyukur atas Nikmat Ilmu dan Amal ShalihJalan Menuju KenikmatanNikmat Harta = Nikmat yang NisbiCatatan kakiNikmat Allah yang HakikiIbnul Qayyim rahimahullah berkata,”Nikmat itu ada dua, nikmat muthlaqoh mutlak dan nikmat muqoyyadah nisbi. Nikmat muthlaqoh adalah nikmat yang mengantarkan kepada kebahagiaan yang abadi, yaitu nikmat Islam dan Sunnah. Nikmat inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada kita untuk memintanya dalam doa kita, agar Allah menunjukkan kepada kita jalan orang-orang yang Allah karuniakan nikmat itu padanya.” [1] Dari keterangan singkat Ibnul Qayyim rahimahullah di atas, maka jelaslah bagi kita tentang, ”Apakah nikmat Allah yang hakiki itu?”. Nikmat Allah yang hakiki itu tidak lain dan tidak bukan adalah ketika Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita sehingga kita dapat mengenal Islam dan Sunnah serta mengamalkannya. Kita dapat mengenal tauhid, kemudian mengamalkannya dan dapat membedakan dari lawannya, yaitu syirik, untuk menjauhinya. Kita dapat mengenal dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alahi wa sallam, dan dapat membedakan dan menjauhi lawannya, yaitu bid’ah. Kita pun dapat mengenal dan membedakan, mana yang termasuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan manakah yang maksiat?Nikmat ini hanya Allah Ta’ala berikan khusus kepada hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya. Dengan nikmat inilah kita dapat meraih surga beserta segala kemewahan di dalamnya. Oleh karena itu, ketika shalat kita selalu berdoa,اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ”Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” QS. Al Fatihah [1] 6-7.Bersyukur atas Nikmat Ilmu dan Amal ShalihAllah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk bergembira dan berbahagia dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah Dia berikan kepada manusia, berupa ilmu dan amal shalih. Allah juga mengabarkan bahwa keduanya itu lebih baik dari apa yang telah kita kumpulkan di dunia ini. Allah Ta’ala berfirman,قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ”Katakanlah,’Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’”. QS. Yunus [10] 58Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” dalam ayat di atas adalah Al Qur’an, yang merupakan nikmat dan karunia Allah yang paling besar serta keutamaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah agama dan keimanan. Dan keduanya itu lebih baik dari apa yang kita kumpulkan berupa perhiasan dunia dan kenikmatannya. [2]Di dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” adalah Islam, sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah Al-Qur’an. [3]Al-Qur’an dan iman Islam ini tidak lain dan tidak bukan adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Iman dan Al Qur’an, keduanya adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Keduanya adalah petunjuk dan agama yang benar serta ilmu dan amal yang paling utama.” [4] Ilmu dan amal shalih inilah yang merupakan sumber kebahagiaan hidup kita. Karena kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan jiwa, kebahagiaan ruh dan hati. Kebahagiaan itu tidak lain adalah kebahagiaan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Itulah kebahagiaan abadi dalam seluruh keadaan kita. Kebahagiaan ilmu-lah yang akan menemani seorang hamba dalam seluruh perjalanan hidupnya di tiga negeri, yaitu negeri dunia, negeri barzakh alam kubur, dan negeri Menuju KenikmatanKenikmatan yang hakiki sebagaimana penjelasan di atas tidaklah mungkin kita raih kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i ilmu agama. Hanya dengan menuntut ilmu syar’i kita dapat mengenal Islam ini dengan benar kemudian dapat mengamalkannya. Tidak mungkin kita dapat mengenal mana yang tauhid dan mana yang syirik, mana yang sunnah dan mana yang bid’ah atau mana yang taat dan mana yang maksiat kecuali dengan menuntut ilmu syar’i. Karena pada asalnya, manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh dan tidak mengerti apa-apa. Allah Ta’ala berfirman,وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. QS. An-Nahl [16] 78Tidak ada cara lain untuk mengangkat kebodohan ini dari dalam diri kita kecuali dengan bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Karena ilmu tidak akan pernah mendatangi kita, namun kita-lah yang harus mencari dan mendatanginya. Oleh karena itu, Imam Ahmad rahimahullah berkata, ”Tidak ada suatu amal pun yang sebanding dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya”. Orang-orang pun bertanya,”Bagaimana niat yang benar itu?”. Imam Ahmad rahimahullah menjawab,”Seseorang berniat untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari selainnya.” [5]Ketika Allah memberikan hidayah kepada kita untuk bersemangat dan konsisten dalam menuntut ilmu syar’i dengan rajin membaca buku agama atau kitab-kitab para ulama atau rajin menghadiri majelis-majelis ilmu pengajian di masjid-masjid atau pun di tempat lainnya, maka ini adalah tanda bahwa Allah benar-benar menghendaki kebaikan untuk kita. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.” [6] Nikmat Harta = Nikmat yang NisbiDan sebaliknya, perlu kita ketahui bersama bahwa nikmat harta yang Allah Ta’ala berikan kepada kita bukanlah tanda bahwa Allah Ta’ala mencintai kita. Karena nikmat berupa harta tersebut juga Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hambaNya yang musyrik dan kafir. Bahkan bisa jadi orang-orang kafir itu lebih banyak hartanya daripada kita. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim rahimahullah menyebut nikmat harta ini sebagai suatu kenikmatan yang sifatnya nisbi semata, tidak mutlak. Demikian pula nikmat-nikmat lain seperti badan yang sehat, kedudukan yang tinggi di dunia, banyaknya anak dan istri yang cantik. [7] Bahkan bisa jadi kenikmatan berupa harta ini adalah bentuk istidroj tipuan atau hukuman dari Allah sehingga manusia semakin tersesat dan semakin menjauh dari jalan-Nya yang lurus. Atau bisa jadi merupakan bentuk ujian dari Allah kepada manusia. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Ketika nikmat yang sifatnya nisbi merupakan suatu bentuk istidroj bagi orang kafir yang dapat menjerumuskannya ke dalam hukuman dan adzab, maka nikmat itu seolah-olah bukanlah suatu kenikmatan. Nikmat itu justru merupakan ujian sebagaimana istilah yang Allah berikan di dalam kitab-Nya. Allah Ta’ala berfirman,فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ 15 وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ 16 كَلَّا’Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata,’Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata,’Tuhanku menghinakanku’. Sekali-kali tidak!’ QS. Al Fajr [89] 15-17 Maksudnya, tidaklah setiap yang dimuliakan dan diberi nikmat oleh Allah di dunia berarti Allah benar-benar memberikan nikmat kepadanya. Bisa jadi hal itu merupakan ujian dan cobaan dari Allah bagi manusia. Dan tidaklah setiap yang Allah sempitkan rizkinya, dengan memberinya rizki sekadar kebutuhannya dan tidak dilebihkan, berarti Allah menghinakannya. Tetapi Allah menguji hambaNya dengan kenikmatan sebagaimana Allah juga menguji hambaNya dengan kesulitan.” [8] Oleh karena itu, marilah kita meng-introspeksi diri kita masing-masing. Setiap hari kita banyak berbuat maksiat dan kedurhakaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, namun sedikit sekali kita melakukan amal shalih. Akan tetapi, Allah Ta’ala justru membuka lebar-lebar pintu rizki kita sehingga kita dapat hidup berkecukupan. Saudaraku, tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah bentuk istidroj tipuan dari Allah Ta’ala sehingga kita semakin durhaka kepada-Nya dengan harta yang kita miliki? Atau tidakkah kita khawatir bahwa ini adalah ujian dari Allah kepada kita, sehingga Allah mengetahui mana di antara hamba-Nya yang bersyukur dan mana yang kufur? Atau apakah kita justru akan tertipu sehingga kita merasa aman dari adzab Allah dan terus-menerus berbuat maksiat karena menyangka bahwa Allah mencintai kita dengan dilancarkan rizkinya? Wallahul musta’an.***Selesai disempurnakan di pagi hari, Masjid Nasuha Rotterdam NL, 14 Jumadil Akhir 1436Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,Penulis M. Saifudin HakimCatatan kaki[1] Ijtima’ Al-Juyuus Al-Islamiyyah, hal 5.[2] Taisiir Karimir Rahmaan, hal. 367.[3] Tafsir Jalalain, 1/275.[4] Al Ilmu, Fadhluhu wa Syarfuhu, hal. 29.[5] Kitaabul Ilmi, hal. 27.[6] HR. Bukhari dan Muslim.[7] Ijtima’ Al-Juyuus Al-Islamiyyah, hal. 6.[8] Ijtima’ Al-Juyuus Al-Islamiyyah, hal 6. ___Artikel

. 222 437 386 382 299 279 324 345

berikut ini adalah macam macam nikmat allah kecuali